BANDARLAMPUNG-DPRD Provinsi Lampung bakal panggil Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek (RSUDAM) Lukman Pura, terkait temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) Perwakilan Provinsi Lampung tahun 2020, Senin (22/11/2021).
Komisi V DPRD Provinsi Lampung, Aprilliati memindaklanjuti setelah mencuatnya temuan hasil BPK RI tahun 2020, usai pemberitaan media mengangkat dugaan kecurangan biaya Ekspedisi pengadaan alat kesehatan RSUDAM, carut marut manajemen keuangan, serta pengondisian pemenang tender aplikasi Sistem Infomasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS).
Ditambahkannya, kewjiban komisi V sebagai kelembagaan akan menindakjanjuti persoalan RSUDAM. Maka sesuai dengan fungsi tugas, Komisi V akan melakukan pengawasan temuan hasil BPK RI.
“Persoalan rumah sakit RSUDAM akan kita tagih. Karena ini rekomendasi pansus temuan LHP BPK RI. Terlebih persoalan temuan LHP BPK RI tahun 2020 sudah ramai di media,” jelasnya ketika diwawancarai wartawan di Komis V DPRD Provinsi Lampung.
Diberitakan sebelumnya, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) Perwakilan Provinsi Lampung tahun 2020 membongkar terkait dugaan kecurangan biaya Ekspedisi pengadaan alat kesehatan RSUDAM, carut marut manajemen keuangan, serta pengondisian pemenang tender aplikasi Sistem Infomasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS), Rabu (17/11/2021).
Dalam pembayaran ongkos kirim pengadaan Alat Kesehatan, ditemukan tanpa bukti dokumen pengeluaran yang jelas sebesar Rp325.259.800.
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) tidak pernah meminta bukti ongkos kirim yang sebenarnya dari penyedia barang. Bahwasanya PPTK hanya memastikan barang sampai ke tujuan dalam keadaan lengkap dan dapat difungsikan sebagai sebagaimana seharusnya.
Sementara pembayaran ongkos kirim yang dibayarkan menggunakan harga tertera dalam kontrak pengadaan barang sebagai harga referensi ongkos kirim.
Dari 12 pesanan tersebut, sebanyak 4 di antaranya sama sekali tidak didukung dengan bukti yang dapat menjelaskan pihak yang menyediakan jasa pengiriman untuk dapat dilakukan konfirmasi.
Sedangkan sisanya sebagai sebanyak 8 pesanan e-purchasing telah didukung dengan bukti yang dapat menjelaskan menjelaskan jasa pengiriman.
Bahkan sampai dengan pemeriksaan berakhir, pihak penyedia jasa pengiriman tidak dapat dihubungi untuk dilakukan konfirmasi.
Hasil wawancara dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang melakukan pemesanan melalui e-purchasing menunjukkan bahwa PPK melakukan pemesanan berdasarkan data kebutuhan yang disampaikan oleh PPK.
Ironisnya, dalam melakukan pemesanan, PPK tidak melakukan negosiasi atas ongkos pengiriman yang diajukan oleh penyedia barang di aplikasi e-purchasing.
Bahkan PPK menyetujui usulan harga dari penyedia karena berasumsi bawah harga referensi dalam katalog elektronik merupakan harga yang sudah ditetapkan sehingga tidak melakukan analisis kewajaran harga ongkos pengiriman.
Dari permasalahan tersebut, jelas bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diubah melalui terakhir melalui Peraturan Dalam Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 pada pasal 132 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.
Pasal 132 ayat (2) yang menyatakan bahwa bukti sebagaimana dimaksud ayat (1) harus mendapat pengesahan oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti tersebut.
Melalui pemberitahuan aplikasi E-Purchasing menyatakan bahwa ongkos kirim bersifat at-cost (sesuai dengan jumlah pengeluaran riil yang tercantum dalam invoice).
Hal tersebut disebabkan PPK RSUDAM tidak melakukan negosiasi biaya pengiriman dengan cermat pengadaan melalui e-purchasing tanpa melakukan analisis kewajaran tarif ongkos kirim.
PPK tidak cermat dalam menyetujui pembayaran atas pembelian barang melalui e-purchasing sebesar Rp325.259.800 lantaran tidak didukungnya dokumen pertanggungjawaban bukti rill untuk ongkos pengiriman.
Praktik Kotor RSUDAM Terkuak??
Praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) demi kepentingan untuk melancarkan segala urusan yang berhubungan dengan money masih saja ditemukan.
Salah satunya proses lelang aplikasi Sistem Infomasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) senilai Rp5.292.055.905,00. Diduga sudah ada pengondisian pemenag lelang yaitu PT.BVK.
Management Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) tidak sesuai ketentuan. Pasalnya, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI banyak kejanggalan.
Neraca LKPD Provinsi Lampung Tahun 2020 menyajikan saldo Kas di BLUD sebesar Rp59.957.946.534.08. Saldo Kas di BLUD yang berasal dari RSUDAM sebesar Rp55.342.304.083.68 dan Rumah Sakit Jiwa sebesar Rp4.615.642.450.40.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap pengelolaan Kas di RSUDAM melalui dokumen Laporan Keuangan RSUDAM, Surat Permintaan Pengesahan Pendapatan Belanja dan Pembiayaan (SP2BP). Buku Kas Umum (BKU), rekening koran,terdaftar persetujuan pembayaran, cek, kuitansi penerima, dan lainnya diketahui terdapat selisih kas. Antara BKU dan rekening koran Tahun 2020 sebesar Rp9.437.146.422.00.
Selisih tersebut juga telah dituangkan dalam berita acara pemeriksaan kas ditandatangani oleh pengguna anggaran dan bendahara pengeluaran RSUDAM Tahun 2020 menunjukkan saldo bank per 31 Desember 2020 sebesar Rp35.342.304.083.68 dan sisa saldo BKU per 31Desember 2020 Rp64.779.450.505,68.
Dari hasil pemeriksaan lebih lanjut ditemukan adanya dokumen pertanggungjawaban sebesar Rp222.512.411.00 berupa jasa pelayanan direksi dari BPJS bulan november 2018 yang belum diinput dalam BKU tahun 2020.
Selain itu, terdapat pengembalian uang secara tunai atas selisih kas pada tahun 2020 sebesar Rp1.496 003.000.00 namun oleh bendahara dicatat sebagai pendapatan pada Buku Kas Umum.
Sehingga ada selisih kas sebesar Rp9 437.146.-422.00 telah dikurangi dokumen pertanggungjawaban sebesar Rp222 51241100 dan pengembalian sebesar Rp1.496.003.000.00 sehingga selisih akhir sebesar Rp7.718.631.011.00.
Sampai dengan pemeriksaan berakhir tanggal 4 April 2021 atas selisih kas sebesar Rp7.718 631.011.006 tersebut.
Pengondisiaan lelang ini diketahui juga tidak diumumkan panitia ke media cetak Media elektronik atau LPSE, pengumuman hanya dilakukan dengan menempelkan kertas pengumuman ke papan pengumuman di lobi gedung administrasi RSUDAM.
Saat dikonfirmasi melalui sambungan telpon maupun pesan singkat, Plh Humas RSUDAM, Desi Yuanita melalui nomor 081272138XXX enggan memberikan komentar.
Dirinya menyarankan agar menghubungi Kabag Humas RSUDAM, Ratna Dewi Ria. Saat dihubungi via telepon selulernya melalui nomor 081272704XXX Ratna Dewi Ria juga tidak mengangkat teleponnya.
Sementara, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek (RSUDAM) Lukman Pura, meradang ketika di konfimasi terkait pemberitaan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) Perwakilan Provinsi Lampung tahun 2020.
Dari komunikasi melalui sambungan telpon WhatsApp pukul 17.01 WIB Lukman Pura, tak memberikan penjelasan terkait pokok masalah temuan LHP BPK RI.
Mirisnya, justru dirinya nyerocos tak jelas ketika di konfirmasi.
“Kamu kan belum tau saya, dan saya belum tau kamu. Penghormatan saya ke kamu harus seperti apa. seolah olah kamu ga menghargai saya. Saya ini dokter ga pernah main-mainin orang,” kata Lukman,” kata dia, Kamis (18/11/2021) sore.
Bahkan ketika berbicara, justru dirinya tak takut akan pemberitaan yang mengkitisi kinerja managemen RSUDAM.
“Ya terserah kamu,” tantang Lukman dengan nada keras melalui sambungan telpon. (TIM)